Ma'rifatullah (Mengenal Allah)

    Sebagai seorang mukmin jika ditanyakan, apakah kita percaya kepada Allah?, maka jawaban kita pasti "Iya kami percaya". Jawaban kita tersebut didasarkan pada keImanan kepadaNya, yang menjadi pertanyaan adalah sudahkah kita memiliki sandaran maupun ilmu yang bisa menguatkan keimanan kita atau yang biasa disebut 'ilmul yaqin, menyakini berdasarkan ilmu. 

    Didalam surah Al-Bayyinah ayat 1, Allah subhanahuata'ala berfiman :

لَمْ يَكُنِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ وَالْمُشْرِكِيْنَ مُنْفَكِّيْنَ حَتّٰى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُۙ

artinya :

"Orang-orang yang kafir dari golongan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tidak akan meninggalkan (agama mereka) sampai datang kepada mereka bukti yang nyata"

    Pada kata Bayyinah memiliki makna kebenaran absolut/mutlak yang tidak terbantahkan. Kebenaran yang dimaksud adalah kebenaran bahwa Allah adalah Tuhan yang satu, tunggal atau Esa. Untuk menguatkan iman kita bahwa Allah adalah Tuhan yang satu dan satu-satunya mari kita lihat beberapa analogi dibawah ini.

Analogi pertama : 

    Sebagaimana kita tahu angka-angka inti yang ada didunia ada 10, yakni 0, 1, 2, 3,...9, tetapi dari sepuluh angka tersebut hanya tersusun atau terbentuk oleh satu angka yakni satu (1). Angka dua (2) tersusun dari 1+1, angka tiga (3) tersusun dari 1+1+1, angka nol (0) didapatkan dari 1-1, semua angka yang ada tersusun oleh angka satu (1). Sekarang mari kita berfikir angka 1 dari mana asalnya dan siapa penyusunnya? kita tentu tidak memiliki jawabannya karena memang angka 1 adalah awal dari seluruh angka, yang dia sudah ada sejak awal. Nah begitupula Tuhan, Dia sudah ada sejak awal dan dari Dialah segala sesuatu berawal.  

Analogi kedua : 

    Ketika kita menggambar sesuatu, entah apapun yang kita gambar sebaik dan sebagus apapun gambar yang kita buat, pasti berawal dari goresan yang bermula pada satu titik. Dunia dan alam semesta beserta isinya yang begitu luas ini pasti berawal dari satu hal. Satu hal awal inilah yang kita sebut sebagai Tuhan.

Analogi ketiga : 

    Dizaman Rasulullah banyak dari orang-orang pada masa itu menyembah patung dan sesembahan lain. Mereka memiliki keyakinan bahwa setiap pekerjaan mempunyai Tuhan yang berbeda-beda, artinya mereka menuhankan lebih dari satu Tuhan, maka dari itu Rasulullah datang membawa paham dan kebenaran (Bayyinah) bahwa Tuhan itu satu, tunggal, Esa. 

    Logika pertama yang disampaikan oleh Rasulullah kepada orang-orang pada masa itu adalah Tuhan kalian ibarat majikan, kalau majikan kalian banyak tentu perintah maupun tugasnya banyak dan akan berbeda-beda, hal itu pasti akan sangat memberatkan serta membingungkan, sedangkan jika majikan kalian satu maka perintahnya satu tugasnya juga satu dan itu pasti tidak akan memberatkan ataupun membingungkan. Jadi apakah kalian mau menuhankan satu Tuhan, mereka menjawab "Iya".

    Logika kedua, jika kalian memiliki pembantu atau budak yang dia buta, tuli, bisu, tangannya tidak bisa bekerja dan kakinya juga tidak bisa berjalan. Kemudian Rasulullah bertanya "Apakah kalian mau menerima pembantu seperti itu?", mereka menjawab "Tentu kami tidak mau".Setelah itu Rasulullah menyambungkan dengan berkata punya pembantu yang seperti itu saja kalian tidak mau, masa kalian mau menuhankan patung, batu yang tidak bisa bergerak tidak bisa melakukan apa-apa bahkan yang membuatnya adalah kalian juga. 

Analogi keempat : 

    Nabi Musa pernah ditanya oleh fir'aun "Wahai Musa, Siapakah Tuhanmu? lalu Nabi Musa menjawab Tuhan yang mencipta langit dan bumi". Kemudian fir'aun masih mengelak dengan berkata "Tuhan dilangit Tuhanmu sedangkan Tuhan dibumi adalah aku". Lalu Nabi Musa menambahkan "Tuhanku adalah Tuhanmu dan nenek moyangmu", seketika fir'aun terdiam karena logika yang disampaikan Nabi Musa benar-benar membuat fir'aun kalah telak karena jika dia mengaku Tuhan, berarti nenek moyang dia tidak bertuhan dan juga tidak masuk akal bahwa Tuhan datang belakangan setelah bumi yang Dia ciptakan.

Analogi kelima : 

    Ini adalah logika sederhana yang datang dari seorang pengembala domba yang ditanya "Bagaimana cara engkau mengenal Tuhanmu?". Setelah itu sang pengembala menjawab "Tidak mungkin ada kotoran domba kalau tidak ada dombanya". Maksudnya adalah tidak mungkin ada ciptaan kalau tidak ada pencipta, tidak mungkin sesuatu yang ada (wujud) diciptakan oleh sesuatu yang tidak ada (adam).

    Semoga dengan beberapa analogi diatas kita semakin yakin, 'ilmul yaqin bahwa Allah adalah Tuhan yang satu, Esa. 


 

    

Komentar